Wednesday, February 20, 2013

DESA BLANG BAYU DI NAGAN RAYA

Jembatan dan irigasi Desa Blang Bayu Nagan Raya
    Desa Blang Bayu terletak di Kabupaten Nagan Raya, Nanggro Aceh Darussalam merupakan salah satu desa di Nagan Raya menjadi favorit dalam bidang perikanan karena di desa tersebut banyak warga yang mempunyai tambak ikan dalam bahasa setempat di sebut Geunang. Selain geunang ada juga warga yang membuat kolam ikan mas karena di daerah dataran tinggi dialiri oleh  sebuah sungai buatan namanya sungai Aceh Kongsi dengan tujuan untuk pengairan sawah baru.

Menderes Karet
    Blang Bayu termasuk wilayah desa yang makmur dari hasil perkebunan diantaranya perkebunan karet dan kelapa sawit. Perkebunan karet warga yang sangat luas sehingga warga desa tersebut hampir  80 persen berpendapatan baik dari hasil karet dan sawit, selain itu Blang Bayu juga mempunyai area sawah yang sangat luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi sehingga Blang Bayu  merupakan salah satu lumbung padi di Nagan raya sehingga Blang Bayu dikenal luas sampai ke luar Nagan Raya.

Belah duren jatuh

 

   Hasil tanaman yang sangat terkenal adalah hasil tanaman durian, bila musim durian tiba masyarakat menyambutnya dengan gembira sehingga hasil penjualan duriannya sampai ke ibu kota provinsi yaitu kota Banda Aceh yang jaraknya lebih kurang 300 km dari desa Blang Bayu. Pelancong dari luar daerahpun berdatangan menuju desa Blang Bayu untuk membeli durian jatuh yang rasanya sangat nikmat. Mereka bilang ingin makan dan merasakan durian jatuh dari pohon yang rasanya beda dengan durian yang di jual di pasaran.

Blang Bayu Nagan Raya
    Keindahan alam yang masih asri membuat tenang dan betah berada di desa Blang Bayu dengan keramah tamahan warganya membuat pelancong ingin kembali bila mereka telah pulang. Suasana Desa yang terbebas dari polusi udara, air dan tanah sangat terlihat sa'at matahari pagi, air bening mengalir di sungai Krueng Kulu setiap detik lambaian dedaunan di pinggir bukit saat angin meniup seakan alam memanjakan penghuninya untuk tidak pindah dari tempat duduknya.
Tungguin duren jatuh
  
  Walaupun Desa Blang Bayu jauh dari kota Provinsi namun warganya selalu ingin menuntut ilmu sampai ke ibu kota, banyak warga sudah mendapat Sarjana dan mereka itu sekarang sudah menjadi Pegawai Negeri bekerja di pemerintahan dan juga jadi Pengusaha, berkat keinginan orang tua dan anaknya untuk kemajuan dalam bermasyarakat.

 
PENDIDIKAN 

Data sekolah yang terdapat di Desa Blang Bayu sebagai berikut :

    Nama Sekolah : SDN BLANG BAYU
NPSN : 10104761
Alamat Sekolah : DESA BLANG BAYU
Kode Pos : 23671

Desa/Kelurahan : BLANG BAYU
Kecamatan :
Kabupaten/Kota : KAB. NAGAN RAYA
Propinsi : ACEH
Status Sekolah : NEGERI

Tahun Pendirian : 1982

Waktu Penyelenggaraan : Pagi

Jenjang Pendidikan : SD

Mutu Pendidikan : -
Gugus Sekolah : -
Kurikulum : KTSP

Desa Blang Bayu di apit oleh :
Utara       :   Desa Meunasah Pantee
Selatan    :   Perkebunan Kelapa Sawit
Timur       :  Desa Kuta Jumpa
Barat       :  Desa Blang Preh

Peta Blang Bayu terlihat di web di bawah ini ;

    http://mapcarta.com/25756932



Oleh   : Sani Fenaro; 2013

CUT NYAK DIEN DI PENGASINGAN

Cut Nyak Dhien

   Cut Nyak Dien adalah sosok pahlawan wanita dari Aceh Barat yang mendapat julukan Srikandi Indonesia, beliau merupakan Inspirasi kaum wanita dunia yang menghilangkan kata atau rasa wanita adalah kaum lemah, wanita bisa juga menjadi seorang pemimpin yang gagah berani seperti kaum laki-laki, Cut Nyak Dien telah membuktikan hal tersebut pada tahun 1873.

   Cut Nyak Dien anak Teuku Nanta Seutia, ibunya anak bangsawan dari lampagar. Kakaknya Cut Nyak Dien adalah Teuku Rayut. Cut Nyak Dien dilahirkan tahun 1848 dan dari sejak kecil Cut Nyak Dien mendapat pendidikan agama dan pasif berbahasa arab dari lingkungan bangsawan-bangsawan Aceh.

Meletusnya Perang Aceh Tanggal 4 Juni 1873 

   Suami Cut Nyak Dien yang pertama adalah Teuku Ibrahim dari Lamnga, anak dari Teuku Abas Ujung Aron. dari hasil perkawinan Teuku Ibrahim dengan Cut Nyak Dien di karuniai anak perempuan bernama Cut Gambang. Suami Cut Gambang bernama Teuku Mayet Ditiro, yang keduanya meninggal di tembak belanda secara bersamaan.

   Cut Nyak Dien menikah laki dengan panglima perangnya bernama Teuku Umar Johan Pahlawan. Teuku Umar tertembak Belanda pada tanggal 11 februari 1899 di pesisir pantai Ujung Kalak Meulaboh. 


Anda ingin melihat Film perjuangan Cut Nyak Dien klik situsnya dibawah ini :


   Cut Nyak Dien di tangkap Belanda tanggal 6 November 1905, atas laporan panglima perangnya Teuku Pang Laot kepada Belanda. Laporan Panglima Pang Laot bukan mengkhianatinya, tetapi merasa kasihan kerena Cut Nyak Dien sudah sangat menyedihkan, matanya sudah tidak bisa melihat, tapi dengan syarat Cut Nyak Dien tidak boleh dianiaya atau di asingkan. Tapi Belanda merasa takut banyak gerilyawan yang masih tunduk atas perintah Cut Nyak Dien, pada tanggal 11 Desember 1906, Cut Nyak Dien di buang ke Sumedang bersama seorang panglima perang dan seorang anak laki-laki berumur 5 tahun bernama Teuku Nana. Pada waktu itu nama Gubernur Jenderal Belanda J.B.V Heuts, yang menerima Cut Nyak Dien ketika tiba di Sumedang. Waktu itu Bupati Sumedang Pangeran Aria Suria Atmaja Pangeran Mekkah anak dari Pangeran Aria Kusumah Asinata Pangeran Sugih. Beliau cucunya Pangeran Suria Atmaja Pangeran Kornel yang membuat jalan Cadas pangeran Sumedang.

   Untuk perawatan Cut Nyak Dien, Pangeran Aria Suria Atmaja menyerahkan kepada seorang Ulama Masjid Agung Sumedang yang telah mendapat gelar Penghulu bernama K.H. Sanusi. Tapi waktu itu rumah K.H Sanusi sedak di perbaiki, maka untuk sementara Cut Nyak Dien di titipkan dulu di rumah H. Ilyas kira-kira 2-3 minggu, yang selanjutnya dibawa kerumah K.H.Sanusi sampai wafat.


   K.H Sanusi hanya satu tahun merawat Cut Nyak Dien, karena beliau meninggal tahun 1907, dimakamkan di Gunung Puyuh. Dan perawatan Cut Nyak Dien dilanjutkan oleh anak K.H Sanusi bernama H. Husna, sampai Cut Nyak Dien Wafat tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di lokasi Makam Keluarga H. Husna di Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan.

   Kegiatan Cut Nyak Dien selama dalam perawatan H. Husna walaupun matanya sudah tidak bisa melihat, tapi masih bisa memberikan pelajaran mengaji khususnya kepada ibu-ibu warga Kaum, umumnya warga Sumedang, sehingga Cut Nyak Dien mendapat julukan Ibu Perbu atau Ibu Ratu. Masyarakat Sumedang menyebutnya Ibu Suci.

   Selama Cut Nyak Dien di Sumedang, semua keperluannya sangat di perhatikan oleh Pangeran Aria Suria Atmaja, karena Cut Nyak Dien tidak mau menerima pemberian dari Belanda dan yang paling dekat dengan Cut Nyak Dien adalah anak H. Husna bernama Siti Khodijah. Siti Khodijah wafat tahun 1967 dimakamkan di Gunung Puyuh. Cut Nyak Dien berkomunikasi hanya dengan K.H Sanusi, H. Husna, Siti Khodijah, itupun dengan bahasa Arab. Karena Cut Nyak Dien tidak bisa berbahasa Sumedang.


   Setelah Cut Nyak Dien Wafat, Teuku Nana tinggal di Sumedang dan menikah dengan gadis dari Cipada bernama Iyoh sampai mempunyai tiga orang anak yaitu Maskun, Ninih dan Sahria. Dan pada tahun 1930 Teuku Nana, istri dan anak-anaknya pulang ke Aceh dan tidak kembali ke Sumedang.

   Rumah bekas tempat tinggal Cut Nyak Dien berukuran 12 x 14 m, tinggi 1 m. Bekas kamar tidur Cut Nyak Dien berukuran 3 x 5 m. Ranjangnya berukuran 2 x 2 m besi. Rumah tersebut dipugar tahun 1979 persis belakang Masjid Agung Sumedang.

   Dari sebelum tahun 1950, masyarakat tidak ada yang mengetahui itu makam pahlawan Nasional Cut Nyak Dien, tapi makam Ibu Perbu. Baru diketahui setelah H. Husna wafat tahun 1948, bahwa itu makam Cut Nyak Dien.

Gerbang Makam Cut Nyak Dhien


   Pada tahun 1962, Rd.Oemar Sumantri anak Siti Khodijah, memberi ijin untuk upacara sederhana mengenang jasa-jasa Cut Nyak Dien ke sebelah barat. Pada tahun 1972, makam Cut Nyak Dien direnovasi oleh pemerintah daerah Sumedang dan pada tahun 1987, bangunan tersebut direnovasi kembali oleh Bapak Bustanil Arifin, Menteri Bulog bersamaan dengan mendirikan Meunasah atau Mushola yang di resmikan oleh Gubernur NAD Bapak Ibrahim Hasan.

  Jalan Menuju Makam


   Pada tahun 2008, KAMAS = Keluarga Masyarakat Aceh Sumedang, Ir. Rusdi Abdul Thalib sebagai ketuanya, bekerja sama dengan pemerintah daerah Sumedang, merenovasi sarana jalan ke makam, penerangan,meunasah diganti sirap, kamar kecil, tempat wudlu, mengecat makam dan meunasah.

   Demikian silsilah dan riwayat seorang pahlawan wanita Cut Nyak Dien Srikandi Indonesia yang berjiwa ksatria membela bangsa, negara, dan agama dengan iklas tanpa di gaji. Dan kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia wajib mengikuti jejak langkah perjuangannya dan keagungan jiwanya. Semoga arwah Cut Nyak Dien dan para pejuang pembela tanah air Indonesia mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT sekaligus menjadi ahli surga.



Makam Cut Nyak Dhien

   Kini makam Cut Nyak Dien banyak di kunjungi oleh masyarakat untuk memberi doa atas perjuangannya, dan juga banyak warga Aceh yang ada di sekitar Sumedang dan  Jakarta melepas Nazar atau ka'oi atas niat hatinya bila tercapai tujuan yang di harapkan.


Sembelih Kambing Peulheuh Ka 'oi ( Nazar )


Jakarta, 10 Februari 2013
Penulis Sani Fenaro 
 

Tuesday, February 12, 2013

CUT MEUTIA

    


    Tjoet Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910) adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh. Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. 

    Ia menjadi pahlawan nasional  Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964 Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

    Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.

    Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukkannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.


Sunday, February 3, 2013

SONIA DAN AISYAH


    Adik dan kakak ini adalah bersaudara anak dari Bapak Sani Fenaro dan Ibu Miftahul Jannah. Kakaknya bernama : Sonia Junitha Cucotu Meulubankumang lahir di Jakarta Tgl.21 Juni 2001 kini dia sudah berumur 12 Tahun tepat di tahun 2013, Dia sekarang diterima di SMP Negeri 5 Bekasi melalui Sekolah Model Jalur On Line dari peserta yang sudah terverifikasi rapor dan SKHUN sebanyak 759 orang sedangkan yang di terima hanya 360 orang.

    Adiknya bernama Aisyah Agustin Pratiwi Dinagan lahir di Bekasi Tgl. 8-8-2007 kini baru berumur 6 tahun masuk SDN Kaliabang Tengah 8 Bekasi, kegembiraannya melukis, berjoged dan bernyanyi, kelihatannya punya bakat untuk menghibur orang lewat dunia seni.